Tradisi Lisan dalam Masyarakat Setempat
1. Macam-macam tradisi lisan
Tradisi lisan adalah cerita lisan tentang suatu tempat atau tokoh yang dibuat teks kisahan dalam berbagai bentuk, seperti syair, prosa, lirik, syair bebas, dan nyanyian.
Macam-macam tradisi lisan yang terdapat dalam masyarakat, antara lain sebagai berikut;
- Cerita tentang terjadinya suatu tempat yang berbentuk syair bebas dan ditampilkan hal-hal yang tidak benar-benar terjadi.
- Cerita rakyat mengenai seorang tokoh di suatu daerah, baik tokoh yang bersifat baik dan berjasa bagi daerahnya maupun tokoh yang bersifat buruk, jahat, dan merugikan orang lain.
- Cerita rakyat tentang misteri/kegaiban di suatu tempat, misalnya makam seorang tokoh, goa, batu besar, dan sebagainya.
2. Contoh tradisi lisan dalam masyarakat
a. Asal mula gunung Tangkuban Perahu (cerita rakyat dari Jawa Barat)
Menceritakan seorang laki-laki bernama Sangkuriang mencintai seorang perempuan bernama Dayang Sumbi, yang ternyata ibu kandungnya. Dayang Sumbi menolak ajakan menikah dari Sangkuriang, namun Sangkuriang terus memaksanya. Akhirnya Dayang Sumbi bersedia menjadi istri Sangkuriang, namun dengan syarat Sangkuriang dapat membuatkan telaga di puncak gunung, beserta perahunya, dalam waktu semalam sebelum ayam berkokok. Ketika telaga hampir selesai (karena dibantu jin), Dayang Sumbi berdoa agar matahari cepat terbit dan ayam berkokok. Ternyata doa Dayang Sumbi dikabulkan. Mengetahui matahari terbit, para jin pekerja lalu menghilang sehingga telaga tidak selesai. Sangkuriang sangat marah kepada Dayang Sumbi, lalu menendang perahu sehingga perahu tertelungkup ke bumi. Perahu itu, kemudian menjadi sebuah gunung yang dinamakan Tangkuban Perahu.
b. Malin Kundang (cerita rakyat dari Sumatra Barat)
Menceritakan seorang janda bernama Mande Rubayah dan anak laki-lakinya bernama Malin Kundang. Mereka hidup miskin. Setelah Malin Kundang menginjak dewasa, ia merantau untuk bekerja agar kehidupannya lebih baik. Ibunya selalu mendoakan agar anaknya selalu sehat, selamat, dan mudah mencari rezeki. Bertahun-tahun Malin Kundang tidak pulang ke rumah menemui ibunya, ternyata ia telah menikah dengan puteri seorang bangsawan yang kaya raya. Pada suatu hari Malin Kundang dengan isterinya naik kapal yang sangat bagus, kemudian mendarat di pantai dekat rumah ibunya.
Mengetahui anaknya datang ibunya sangat senang, segera memeluk erat Malin Kundang anaknya. Namun ternyata Malin Kundang tidak mengakui bahwa itu ibu kandungnya. Apalagi isterinya, berulangkali meludah di dekat ibunya dan menghina. Malin Kundang menendang ibunya sampai jatuh dan pingsan, kemudian ia naik kapal dan berlayar lagi. Setelah ibu Malin Kundang sadar dari pingsannya, ia berdoa apabila suami isteri yang bersikap kasar tadi benar anak dan menantunya, agar mendapat balasan atas perlakuannya.
Tidak lama kemudian, cuaca yang sebelumnya cerah, berubah menjadi gelap gulita, hujan turun dengan lebat, petir menggelegar, dan ombak lautan sangat besar. Kapal yang ditumpangi Malin Kundang dan isterinya oleng dan pecah, kemudian tenggelam. Malin Kundang dan isterinya meninggal seketika. Menurut cerita, pecahan kapal dan Malin Kundang berubah menjadi batu.
3. Keberadaan dan Perkembangan Tradisi Lisan
Beberapa puluh tahun yang lalu keberadaan tradisi lisan terutama cerita rakyat, mempunyai peranan penting dalam kehidupan masyarakat, terlebih lagi masyarakat di pedesaan. Peranan tradisi lisan pada masa lampau adalah sebagai hiburan dan pengetahuan. Banyak orang tua yang menceritakan/ mendongengkan kepada anaknya cerita apa saja yang mereka ketahui. Mendongeng sering dilakukan pada saat akan tidur malam atau pada saat luang di siang hari.
Anak-anak sangat senang dan terkesan dengan dongeng/ cerita yang mereka dapatkan dari orang tua maupun guru / tokoh masyarakat. Setelah mereka dewasa, banyak dongeng/ cerita yang mereka ketahui itu disampaikan kepada anak-anaknya, sehingga cerita rakyat di suatu tempat tetap diketahui. Namun sekarang karena ilmu pengetahuan dan teknologi sudah banyak mengalami perubahan ke arah kemajuan, peranan cerita rakyat/tradisi lisan makin surut. Perkembangan teknologi menyebabkan di sekitar kita banyak benda / fasilitas yang bisa menghibur dan memberikan kemudahan dalam kehidupan sehari-hari, misalnya: televisi, tape, VCD, DVD, handphone, internet, surat kabar, majalah, dan lain-lain.
Di era globalisasi sekarang ini, kita harus peduli agar tradisi lisan yang terdapat di berbagai daerah dapat tetap lestari. Upaya pelestarian tradisi lisan, antara lain melalui pengajaran di sekolah-sekolah, penayangan tradisi lisan melalui televisi, dan penulisan cerita rakyat dalam bentuk buku yang diberi gambar berwarna agar lebih menarik pembaca. Dalam perkembangannya, tradisi lisan mencakup berbagai jenis teater yang memanfaatkan seni kata sebagai bagian penting dalam pementasannya. Jenis teater itu terdapat di berbagai daerah di Indonesia, misalnya didong (di Aceh), randai (di Minang), lenong (di Betawi), ludruk (di Jawa), patu (di Bima), tanggomo (di Gorontalo), dan mendu (di Melayu). Di era globalisasi, dengan majunya sarana informasi ternyata mampu mengembangkan tradisi lisan dari berbagai daerah. Misalnya: wayang dan lenong.
Demikianlah ulasan mengenai “Tradisi Lisan dalam Masyarakat Setempat”, yang pada kesempatan kali ini dapat dibahas disini. Semoga ulasan di atas bermanfaat bagi anda para pengunjung dan pembaca. Cukup sekian dan sampai jumpa!!!
*Rajinlah belajar, demi Bangsa dan Negaramu!!!