Minggu, 26 April 2020

DAMPAK MEDIA MASSA SEBAGAI TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI TERHADAP KEDAMAIAN MASYARAKAT


DAMPAK MEDIA MASSA SEBAGAI TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI TERHADAP KEDAMAIAN MASYARAKAT

Oleh: Suwardi Lubis

A. Pendahuluan
Media massa merupakan salah satu bentuk kemajuan teknologi dalam bidang informasi dan komunikasi. Pengaruh media massa berbeda-beda terhadap setiap individu. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan pola pikir, perbedaan sifat yang berdampak pada pengambilan sikap, hubungan sosial sehari-hari, dan perbedaan budaya. Perubahan sosial dimasyarakat berorientasi pada upaya untuk meninggalkan unsur-unsur yang mesti ditinggalkan, berorientasi pada pembentukan unsur baru, serta berorientasi pada nilai-nilai yang telah ada pada masa lampau.
Efek dari media memiliki potensi untuk menimbulkan konflik dengan mengkonfirmasikan stereotip negatif, dan  menghidupkan permusuhan. Tetapi, media juga bisa memuluskan jalan menuju perdamaian dengan menantang dan mengubah persepsi orang-orang, serta membangun pemahaman dan kerukunan.
            Dalam makalah yang singkat ini, penulis akan membahas secara singkat tentang efek media massa, fungsi dan peranan media massa, pengaruh media sebagai sumber konflik, serta pengaruh media terhadap perdamaian dalam masyarakat dan analisa penulis tentang efek dari media terutama bagi kedamaian masyarakat.

B. Dampak Media Sebagai Teknologi Informasi Dan Komunikasi
Media massa adalah alat yang digunakan dalam penyampaian pesan dari sumber kepada khalayak (penerima) dengan menggunakan alat-alat komunikasi mekanis seperti surat kabar, film, radio dan televisi.[1]
Media massa adalah saluran penyampaian pesan dari komunikan yang relatif tidak terbatas dan bersifat heterogen. Media massa memiliki kemampuan untuk mempengaruhi khalayak, bahkan dapat memaksa khalayak untuk melakukan yang luar biasa dalam mempengaruhi seseorang.
Dampak yang diakibatkan media massa menjadi perhatian para pakar komunikasi sehingga banyak pakar yang mencoba menilainya. Hasil dari besarnya perhatian para pakar muncul sejumlah teori seperti teori peluru, model dampak terbatas,model dampak yang kuat dan teori kultivasi.[2]
Efek media massa tidak luput dari perhatian berbagai pakar, berbagai keprihatinan muncul seiring dengan ketakutan sebahagian orang terhadap ketakutan sebahagian orang terhadap kekuatan media yang dianggap dapat mengendalikan pikiran orang. Namun ketakutan tersebut telah dapat dilunakkan lewat berbagai kajian ilmiah terutama bagi kalangan masyarakat yang dapat menerimanya.[3]
Para pakar mempunyai pandangan yang berbeda mengenai efek media terhadap khalayak.
1)      Menurut Schram menyatakan efek hanyalah perubahan perilaku manusia setelah diterpa pesan media
2)      Menurut Steven M. Chaffe melihat efek pesan yang disampaikan media adalah pendekatan yang disampaikan media adalah pendekatan pertama dalam mempelajari pengaruh media massa. Sedangkan pendekatan kedua melihat jenis perubahan yang terjadi pada diri khalayak, seperti perubahan perasaan, perubahan sikap dan perubahan perilaku atau dengan istilah lain adalah perubahan kognitif, afektif dan behavioral. Sedangkan pendekatan ketiga adalah meninjau satuan observasi yang dikenai efek media massa seperti individu, kelompok, organisasi, masyarakat atau sebuah bangsa.
3)      Menurut Mcluhun mengatakan bahwa kehadiran media massa mempunyai efek bagi khalayak. teori yang dikemukakan Mchluhan disebut dengan teori perpanjangan alat indra. [4]
4)      Pembicaraan mengenai efek komunikasi massa erat kaitannya dengan teori dependensi mengenai efek komunikasi massa yang dikembangkan oleh Sandra Ball Rokeach dan Melvin L. Defleur. Pemikiran terpenting dalam teori dependensi adalah bahwa dalam masyarakat modern, audiens, menjadi tergantung pada media massa sebagai sumber informasi bagi pengetahuan tentang dan orientasi kepada apa yang terjadi dalam masyarakatnya. Jenis dan tingkatan ketergantungan akan dipengaruhi oleh sejumlah kondisi struktural, meskipun kondisi terpenting terutama berkaitan dengan tingkat perubahan, konflik atau tidak stabilnya masyarakat tersebut.[5]

C.  Fungsi dan Peranan Media Massa
1. Peranan media Massa bagi masyarakat antara lain:
a)    Sebagai sarana untuk mengidentifikasi diri nilai-nilai lain di dalam media
b)   Media dapat digunakan untuk meningkatkan pemahaman diri melalui orang lain
c)    Media terkait mempromosikan pendekatan -pendekatan alternative terhadap kegiatan kemasyarakatan
d)   Sebagai suatu hiburan, artinya media massa dapat menampilkan berbagai hiburan yang bisa melepaskan rasa jenuh masyarakat.
2. Media Massa di dalam pendidikan:
a)    Memperluas wawasan dan pengetahuan
b)   Sebagai penyedia informasi bagi pelajar
c)    Media massa dapat membantu pelajar dalam menyelesaikan tugas -tugasnya
d)   Dengan adanya media massa dapat mendorong pelajar untuk lebih aktif mencari ilmu pengetahuan dan informasi
e)    Mempermudah dan mempercepat administrasi pendidikan
3. Media Massa dalam bidang ekonomi:
a)    Media massa menyampaikan berbagai informasi seputar perkembangan ekonomi saat ini
b)   Secara ekonomis, media massa adalah akses untuk mempermudah transaksi suatu barang atau proses jual beli antara penyedia barang dan pembeli dalam hal ini konsumen
c)    Mempercepat informasi mengenai perkembangan bursa efek maupun masalah perkembangan saham di pasar.
4. Media Massa di dalam persaudaraan dan perdamaian:
a)    Media massa diartikan sebagai medium atau saluran yang digunakan untuk berkomunikasi dengan orang lain dalam hal mempererat tali persaudaraan
b)   Mempermudah akses untuk berinteraksi dengan orang lain
c)    Sebagai sarana untuk menyampaikan pesan kepada teman lain, dll.
Fungsi media menurut Dominick terdiri dari surveillance (pengawasan), interpretation (penafsiran), linkage (pertalian), transmission of value (penyebaran nilai) dan entertainment (hiburan).[6]
C. Dampak Media Massa sebagai Sumber Konflik
Pada Era Reformasi krisis, dan konflik menjadi lebih tajam dan tampak semakin dramatis diberitakan melalui liputan pers. Dibandingkan dengan topik-topik lain para wartawan menganggap krisis, konflik, dan perang sebagai hal yang memenuhi banyak kriteria jurnalistik untuk membuat peristiwa menjadi berita. Karena menarik perhatian, tentu saja peristiwa konflik tidak akan luput dari perhatian dan pemberitaan media massa.
Konflik adalah hubungan antara dua pihak atau lebih (individu atau kelompok), yang memiliki atau merasa memiliki, sasaran-sasaran yang tidak sejalan (Fisher, 2001). Informasi tentang krisis, konflik banyak kita temukan di media massa. Tetapi dari segi kualitas hal itu belum menjamin perbaikan situasi konflik dan krisis yang berlangsung.
Menurut Soerjono Soekanto (1989) pertentangan atau konflik merupakan proses disosiasi yang agak tajam dalam membawa akibat positif maupun negatif. Dalam kondisi ini terdapat kecenderungan untuk menye-suaikan kembali pada norma-norma hubungan sosial dalam kelompok etnis kultur. Terutama apabila individu-individu berada pada kualitas interaksi frekuensi tinggi, maka kemungkinan konflik sangat terbuka yaitu karena sikap toleran yang tidak mengem-bangkan “emotional intelegence” atau kepekaan cita rasa.
Putra GN, (2002) menjabarkan hasil-hasil penelitian mengenai bagaimana media meliput krisis sebagai berikut; liputan media tentang krisis digambarkan oleh Scanlon, Luuko & Morten (1978) sebagai cenderung tidak akurat dan mengandung rumor atau desas-desus. Wilbur Schramm dalam artikelnya "Communication in Crisis” (1971) telah menyatakan bahwa laporan media tentang sebuah krisis cenderung kurang akurat dan lebih mengutamakan kecepatan. Dalam sebuah krisis, media cenderung lebih mengutamakan penyajian berita secara cepat dari pada berita yang akurat, demikian pendapat Dynes (seperti yang dikutip Scanlon, Luuko & Morten, 1978). Dynes menambahkan bahwa laporan media tentang sebuah krisis akan cenderung membesar-besarkan kejadian. Barton setuju dengan pendapat Dynes, menyatakan bahwa media akan menyebarkan berita yang terfragmentasi tanpa pengecekkan yang memadai untuk menja-min keakuratan isi.
Sejauh ini telah umum diakui bahwa media seringkali menyajikan informasi tentang konflik secara permukaan dan sepotong-potong. Hanya aspek konflik yang paling mudah dilihat dan peristiwa konflik yang paling dramatis, yang mendapat perhatian terbesar untuk diliput. Aspek lain dari kekerasan, seperti situasi yang menjadi akar konflik dan persepsi berbagai pihak tentang konflik tidak mendapat perhatian berarti, meski hal itu sangat penting untuk diketahui publik. Misalnya pemuatan karikatur nabi Muhammad diberbagai media yang memicu konflik Umat Islam, terbaru, adalah kasus penyadapan Intelijen Australia terhadap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono beserta staf-nya. Akar timbulnya juga efek dari pemberitaan media massa, tentunya hal tersebut dapat menimbulkan konflik dan keresahan dalam masyarakat antar kedua Negara.
Berbagai konflik yang terjadi di belahan bumi ini menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari media. Konflik dianggap sebagai bahan ”menarik” untuk disajikan kepada publik. Asumsi yang digunakan adalah bahwa penonton lebih suka kepada hal-hal yang bersifat ektrims, keras dan dramatik (Howard, 2003). Ini bisa dilihat bagaimana publikasi media ketika terjadi perang seperti, perang Irak dan Amerika, konflik Suriah, krisis di timur tengah dan lainnya. Pada saat itu media berloma-lomba mempublikasikan kondisi perang baik secara langsung ataupun tidak langsung. Publikasi tersebut mendapat antusias tinggi dari penonton sehingga terjadi peningkatan citra media (TV) dan pemasukan dari iklan.
Jadi pertimbangan popularitas dan bisnis dalam hal ini sangat diperhitungkan Peran media dalam mengkomunikasikan konflik seringkali gagal, sehingga media secara tidak sadar merekonstruksi kembali konflik ke arah konflik baru. Keinginan media untuk meraih keuntungan dengan memberitakan berita penuh sensasi, dan emosional mengakibatkan timbulnya prasangka dan stereotipe antarpihak yang berkonflik. Situasi ini akan menimbulkan ekses negatif terhadap masyarakat terutama dalam memahami situasi konflik. Perubahan sikap, pola pikir, dan perilaku ke arah negatif dapat terjadi sehingga konflik akan terus terjadi dan terpelihara dalam diri setiap individu atau kelompok. Dalam hal ini media menjadi “penguat” konflik yang telah terjadi sebelumnya.
Idealnya media bersifat objektif, dan netral dalam memberikan informasi, Namun sangat sulit melihat bahwa media lepas dari bentuk kepentingan baik individu maupun kelompok. Buktitelah menunjukan bahwa dalam dua dekade terakhir ini media seringkali dimanfaat oleh kepentingan kelompok atau negara untuk menyakini publik dalam mendukung kebijakan. Ketika Amerika memutuskan untuk menyerang ISIS, media seperti CNN, ABC NBC memberikan dukungan bahwa perang terhadap ISIS harus dilakukan guna menjaga perdamaian dunia. Mereka beralasan bahwa perang ISIS merupan salah satu strategi perang global (global war) terhadap teroris.  
Hal ini secara tidak langsung media telah merekonstruksi konflik yang ada ke arah konflik baru yang lebih besar. Terbukti sekarang, konflik di Irak maupun Suriah yang merupakan wilayah ISIS menjadi lebih besar, luas dan berkepanjangan. Terjadi sikap sentimen terhadap Amerika, serta terjadi peningkatan aksi perlawanan kelompok-kelompok yang bertentangan dengan kebijakan Amerika. di Timur Tengah.[7]
Dari kasus di atas dapat disimpulkan bahwa media memiliki peran penting dalam situasi konflik. Ketidakakuratan, dan ketidakseimbangan informasi yang diberikan media secara langsung atau tidak langsung mampu merekonstruksi konflik ke arah konflik baru. Dalam hal ini media secara tidak langsung bertanggung jawab terhadap konflik, karena media berperan sebagai “penggiring” menuju perang (Hastings, 2005).

D. Pengaruh Media Massa terhadap kedamaian dalam Masyarakat
Efek atau pengaruh media terhadap konflik dapat ditilik dari segi dampak negatif yang ditimbulkan oleh media yang cenderung berpropaganda dalam hal meningkatkan ketegangan dan memprovokasi konflik, serta dari segi dampak positif yang dapat ditimbulkan oleh media jika dilandasi pada standar profesional yang baku, yang ditimpal dengan ketersediaan berbagai akses terhadap informasi, sumber daya keuangan yang memadai dan kepatuhan kepada kode etik. Media seperti itu dapat memberikan sumbangan positif terhadap rekonsiliasi masyarakat, mengubah persepsi yang salah dan memperluas saling pengertian mengenai penyebab dan akibat konflik dan menciptakan suatu perdamaian antar masyarakat. 
Damai mempunyai arti tidak bermusuhan, keadaan tidak bermusuhan, berbaik kembali, tentram, aman, sedang mendamaikan, memperdamaikan yaitu menyelesaikan permusuhan (pertengkaran) supaya kedua belah pihak berbaikan kembali, merundingkan supaya mendapat persetujuan, dan mendamaikan sendiri mempunyai arti sendiri penghentian permusuhan.[8] Pengaruh media massa untuk menyampaikan atau kampaye perdamaian dan rekosiliasi sangatlah penting ketika akan terjadi konflik (pra konflik) atau semasa terjadainya konflik dan pasca terjadinya konflik. Kemampuan media massa sebagai jambatan informasi tentang terjadinya konflik bahkan sebagai instrumen informasi dalam upaya perdamaian sebenarnya sudah dilakukan oleh awak media, dengan pemberitaan yang professional awak media menjadi kelompok masyarakat yang sangat penting dalam menimalisir terjadinya konflik dan bahkan mampu menciptakan perdamian di tengah-tengah masyarakat. Peran media sebagai corong informasi publik kepada masyarakat memiliki kapasitas yang kuat dalam mendorong terciptanya perdamaian jika pemberitaan dilakukan secara profesioanal dengan berlandasakan pada kode etik jurnalisme, kepekaan akan keberpihakan jurnalis terhadap publik.
Kebanyakan informasi tentang konflik yang tersaji di media massa hanya bersifat permukaan, parsial, sepotong-potong, tidak proporsional, sebagian besar hanya menekankan aspek kekerasan dan konflik terbuka saja, bukan pada aspek situasi, akar masalah yang bisa mendukung perbaikan situasi dan perdamaian
Untuk mengatasi masalah ini terdapat beberapa alternatif solusi yang  dikemukakan oleh Chang yang dikutip oleh Trijono L (2002) sebagai berikut:
1)        Dengan menambah dan terus menerus membuka saluran (channel) komunikasi  sehingga arus informasi terus mengalir dan ketersediaan informasi bisa diperoleh secara memadai
2)        Meningkatkan kualitas informasi tentang konflik yang ada sehingga bisa diperoleh informasi yang bermakna dan berguna secara memadai bagi kepentingan publik secara luas
3)        Momfokuskan pada penyajian informasi dan proses komunikasi yang mengarah pada isu-isu spesifik dari situasi konflik dan setiap dimensi krisis secara mendalam sehingga tidak memperluas dan semakin membuat ruwet interpretasi dan pemaknaan publik yang bisa semakin mengacaukan situasi krisis.

Keterlibatan media dalam menciptakan suasana kondusif telah terbukti mampu mendukung menciptakan perdamaian. Howard (2003) secara rinci menggambarkan bagiamana peran media dalam mendukung proses perdaimaian, yaitu :
1)        Saluran komunikasi
2)        Pendidikan
3)        Membangun kepercayaan
4)        Mengkoreksi kesalahan persepsi
5)        Menanamkan nilai-nilai kemanusiaan
6)        Identifikasi kepentingan utama
7)        Saluran pelepasan emosional
8)        Membingkai konflik
9)        Membangun consensus
10)    Membangun solusi, dan
11)    Membangun kekuatan yang berimbang.

Menurut Hattotuwa, (2002) media memiliki empat input dalam proses perdamaian.
1)        Membantu terciptanya suasanan politik,
2)        Mempengaruhi terhadap strategi dan perilaku stakeholder,
3)        Mempengaruhi perdebatan secara alami tentang proses perdamaian
4)        Mendukung legitimasi publik stakeholder yang terlibat dalam proses perdamaian

Peran di atas menunjukan bahwa media memiliki potensi besar yang harus dimaksimalkan dalam mendukung proses perdamaian. Sebagai saluran komunikasi, media dituntut memiliki kemampuan menformulasikan konflik lewat pesan atau informasi yang disampaikan. Pesan disampaikan media harus mengandung prinsip jujur, berimbang dan bertanggung jawab. Selain itu, media harus mempunyai perspektif luas dalam memahami situasi konflik, artinya media dituntut menampilkan secara utuh dan komprehensif mengenai konflik, sehinggga audiens memiliki infromasi yang cukup untuk bersikap bijak terhadap konflik tersebut. Contohnya media-media Indonesia dalam memberitakan konflik di Aceh dan penyelesaiannya hingga tercapai kesepakatan perdamaian.
Media tidak bisa memberi informsi tanpa menggunakan bukti-bukti kuat, apalagi membesar-besarkan informasi yang belum tentu kebanarannya. Membangun Jurnalisme damai dalam situasi konflik tidak-lah mudah. Perlu usaha kuat terutama dari jurnalis yang bertugas sebagai ujung tombak dalam pengumpulan informasi. Sikap profesional jurnalis sangat diperlukan, karena dalam menghadapi situasi konflik rintangan yang dihadapi jurnalis sangat besar, bahkan dapat menimbulkan bahaya kematian. Seorang jurnalis yang terjun ke daerah konflik tidak hanya berfungsi sebagai observer, tapi dia dapat berperan sangat penting dalam mempengaruhi bagaimana konflik itu dimulai dan diakhiri. Hal tersebut penting karena jurnalis menghabiskan lebih banyak waktu untuk memahami proses perdamaian[9] (Kovarik, 2006). “Professional Journalist do not set out to reduce conflict. They seek to present accurate and impartial news. But it is often through good reporting that conflict is reduced”. (Howard, 2003b: 8,). Dari pernyataan tersebut dipahami bahwa tugas utama seorang jurnalis bukan untuk mengurangi konflik, tapi untuk menyajikan jurnalisme yang baik sehingga mampu mengurangi konflik.
Menurut Howard  jurnalisme yang baik (good jurnalism) mempunyai tiga komponen, yaitu:
1)      Akurasi. Memperoleh Informasi yang akurat merupakan unsur penting dalam jurnalisme yang baik. Nama, tempat kejadian dan pesan yang disampaikan harus berdasarkan data dan bukti yang diakui kebenaranya.
2)      Seimbang. Dalam menyajikan informasi harus seimbang tidak mengambil satu perspektif, tapi memberikan beberapa perspektif yang berbeda. Ini berguna untuk pemahaman audiens dalam memahami sesuatu fenomena secara utuh.
3)      Bertanggung jawab. Jurnalis harus bertanggung jawab terhadap apa yang disapaikan kepada masyarakat. Jurnalis juga bertanggung jawab untuk melindungi atau merahasiakan nara sumbernya

Tiga komponen di atas merupakan komponen dasar dalam membentuk jurnalisme yang baik. Bila komponen tersebut terdapat dalam jurnalisme, maka akan menghasilkan jurnalisme yang mampu menghadirkan informasi dengan akurat, seimbang dan bertanggung jawab secara berkesinambungan sehingga menimbulkan kepercayaan masyarakat terhadap jurnalisme tersebut. Jika media telah mampu menampilkan jurnalisme yang baik, maka media berpeluang menjadi bagian proses perdamaian. Dengan memberikan informasi yang akurat, seimbang dan bertanggung jawab, media secara tidak langsung memberikan pemahaman yang baik kepada masyarakat yang nantinya dapat mendukung atau menyumbang solusi dalam penyelesaian konflik. Media memiliki kemampuan memberikan pendidikan terhadap setiap kelompok tentang kepentingan, kebutuhan, dan nilai yang lain. Media dapat mengurangi stereotipe, rumor dan propaganda.[10]
Selain itu, Media berpotensi menjadi sebuah kekuatan penengah dalam situasi konflik. Artinya media berfungsi sebagai mediator dalam konflik. Namun hal ini perlu komitmen, kepercayaan dan keterbukaan setiap kelompok. Media dapat berfungsi sebagai sarana komunikasi dalam menyampaikan kepentingan, tujuan dan hambatan dalam proses dialog. Pada akhirnya media mampu mendorong terjadinya proses rekonsiliasi dan merekonstruksi perdamaian.

E. Analisa Penulis
Keberadaaan media massa dalam menyajikan informasi cenderung memicu perubahan serta banyak membawa pengaruh pada penetapan pola hidup masyarakat. Beragam informasi yang disajikan dinilai dapat memberi pengaruh yang berwujud positif dan negatif. Secara perlahan-lahan namun efektif, media membentuk pandangan masyarakat terhadap bagaimana seseorang melihat pribadinya dan bagaimana seseorang seharusnya berhubungan dengan dunia sehari-hari.
Suatu berita yang baik adalah berita yang ditulis berdasarkan fakta sesungguhnya. Tidak dikotori oleh kepentingan segelintir orang sehingga mendistorsi fakta tersebut. Namun dalam realita media sebagai ruang publik kerap tidak bisa memerankan diri sebagai pihak yang netral. Media senantiasa terlibat dengan upaya merekonstruksi realitas sosial. Dengan berbagai alasan teknis, ekonomis, maupun ideologis, media massa selalu terlibat dalam penyajian realitas yang sudah diatur sedemikian rupa sehingga tidak mencerminkan realita sesungguhnya.
Keterbatasan ruang dan waktu juga turut mendukung kebiasaan media untuk meringkaskan realitas berdasarkan “nilai berita”. Prinsip berita yang berorientasi pada hal-hal yang menyimpang menyebabkan liputan peristiwa jarang bersifat utuh, melainkan hanya mencakup hal-hal yang menarik perhatian saja yang ditonjolkan. Berita juga sering dibuat berdasarkan semangat “laku tidaknya berita itu dijual”
Konflik dan perdamaian merupakan isu sentral yang banyak dibahas dalam era globalisasi. Sepanjang sejarah kehidupan manusia, konflik dan perdamaian merupakan bagian yang tidak terpisahkan. Sejarah telah mencatat bahwa konflik (perang, kekerasan) menimbulkan kerugian korban jiwa, materi dan gangguan psikologis. Konflik telah mengakibatkan terjadi ketidakseimbangan dalam segala aspek kehidupan manusia. Oleh karena itu, berbagai usaha telah dilakukan untuk membangun perdamain
Bentuk dukungan media sebagai bagian dari teknologi informasi dan komunikasi terhadap perdamaian dalam masyarakatditunjukan dengan pemberitaan yang jauh dari propaganda, prasangka dan tidak sensasional. Media berusaha menggunakan kekuatan untuk mempengaruhi pihak untuk terciptanya rekonsiliasi dan perdamaian. Jurnalisme damai memberikan efek positif terutama dalam mencipkan suasana yang kondusif untuk mendukung proses perdamaian.Pemberitaan yang akurat, seimbang dan bertanggung jawab dapat mengurangi timbulnya stereotipe, prasangka dan permusuhan antar pihak yang berkonflik. Dengan memberikan informasi yang utuh dan komprehensif, masyarakat luas mengalami pemahaman dan perubahan persepsi terhadap konflik. Perubahan ini akan mendorong semua pihak untuk berkomitmen untuk menciptakan perdamaian.

G. Kesimpulan
Media adalah saluran penyampaian pesan dari komunikan yang relatif tidak terbatas dan bersifat heterogen. Media massa memiliki kemampuan untuk mempengaruhi khalayak, bahkan dapat memaksa khalayak untuk melakukan yang luar biasa dalam mempengaruhi seseorang mulai dari proses kognitif hingga efektif maupun behavioral.
Media sebagai bagian dari teknologi informasi dan komunikasi memiliki peran penting dalam situasi konflik. Ketidakakuratan, dan ketidakseimbangan informasi yang diberikan media secara langsung atau tidak langsung mampu merekonstruksi konflik ke arah konflik baru. Dalam hal ini media secara tidak langsung bertanggung jawab terhadap konflik, karena media berperan sebagai “penggiring” menuju perang atau konflik.
Media berpotensi menjadi sebuah kekuatan penengah dalam situasi konflik. Artinya media berfungsi sebagai mediator dalam konflik. Namun hal ini perlu komitmen, kepercayaan dan keterbukaan setiap kelompok. Media dapat berfungsi sebagai sarana komunikasi dalam menyampaikan kepentingan, tujuan dan hambatan dalam proses dialog dan media juga mampu mendorong terjadinya proses rekonsiliasi dan merekonstruksi perdamaian.
Pengaruh media sebagai bagian dari teknologi informasi dan komunikasi juga untuk menyampaikan atau kampaye perdamaian sangatlah penting ketika akan terjadi konflik (pra konflik) atau semasa terjadainya konflik dan pasca terjadinya konflik. Kemampuan media massa sebagai jambatan informasi tentang terjadinya konflik bahkan sebagai instrumen informasi dalam upaya perdamaian sebenarnya sudah dilakukan oleh awak media, dengan pemberitaan yang professional awak media menjadi kelompok masyarakat yang sangat penting dalam menimalisir  terjadinya konflik, bahkan mampu menciptakan perdamian di tengah-tengah masyarakat.










DAFTAR PUSTAKA

Aziz, Moh. Ali,.  Ilmu Dakwah, Jakarta: Kencana, 2009

Denis McQuail, McQuails. 2002. Mass Communication Theory. 4th Edition,. London: Sage Publication

Dominick, Joseph R. 1982. The Dynamics of Mass Communication. New York: Random House

Effendi, Uchjana, Onong,. Ilmu Teori dan Filsafat Komunikasi, Bandung: PT Citra Aditya Bakri, 2007

Fisher, B. Aubrey,. Teori-teori Komunikasi, Terj, Soejono Trimo, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1986

Hafied, Cangara,. Pengantar Ilmu Komunikasi, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007

Howard,R (2003b) Conflict sensitive journalism A handbook. www. Impact.org.


Siti Karlinah, Komunikasi Massa, Jakarta: Penerbitan UT, 1999

Kovarik, B. (2006). what has journalism ever done for peace? dari http://www.runet.edu/ wkovarik/misc/blog/5journalism.peace.html

Makmun, Syamsuddin, H. Abin,. Psikologi Kependidikan, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005

Manoff, R.K. (1997).The Media's Role in Preventing and Moderating Conflict" This paper was prepared for the Virtual Diplomacy conference hosted by United States Institute of Peacein Washington, D.C. dari dari www. Colorado.edu/conflict/peace.

Rakhmat, Jalaluddin,. Psikologi Komunikasi, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1986

Sendjaya, S. Djuarsa,  Dkk,. Teori Komunikasi, Jakarta: Universitas Terbuka, 1994

Syah, Muhibbuddin,. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, Bandung: PT remaja Rosdakarya, 2008

W. Tankard, James,. J Severin, Werner,. Teori Komunikasi: Sejarah, Metode dan Terapan di dalam Media Massa, Terj. Sugeng Hariyanto, Jakarta: Kencana, 2005

W.J.S. Poerwa Darminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: P.N. Balai Pustaka: Cet, Ke-8, 1985


[1]Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), h. 165.
[2]W. Tankard, James,. J Severin, Werner, Teori Komunikasi: Sejarah, Metode dan Terapan di dalam Media Massa, Terj. Sugeng Hariyanto, (Jakarta: Kencana, 2005), h. 320.
[3]B. Aubrey Fisher, Teori-teori Komunikasi, Terj, Soejono Trimo, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1986), h. 180.
[4]Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Komunikasi, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1986), h. 220.
[5]Sendjaya Djuarsa,  Dkk, Teori Komunikasi, (Jakarta: Universitas Terbuka, 1994), h. 201.
[6]Joseph R. Dominick, The Dynamics of Mass Communication, (New York: Random House, 1982), h. 123
[8] W.J.S. Poerwa Darminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: P.N. Balai Pustaka: Cet, Ke-8, 1985), h. 225.
[9]Kovarik. B. (2006). what has journalism ever done for peace? dari http://www.runet.edu/ wkovarik/misc/blog/5journalism.peace.html.
[10]Manoff, R.K. (1997).The Media's Role in Preventing and Moderating Conflict" This paper was prepared for the Virtual Diplomacy conference hosted by United States Institute of Peacein Washington, D.C. dari dari www. Colorado.edu/conflict/peace.